Bicara Singapore bukan sekedar salah satu negara tersibuk di dunia ataupun salah satu negara dengan kategori bersih, lebih dari itu, bagi saya Singapore adalah negara pertama dimana saya bisa menyelesaikan kontrak kerja selama satu kalender (satu tahun, red) setelah saya terjun di dunia pelayaran. Buat saya tidak terlalu penting menyebutkan perusahaan mana saya bekerja, yang terpenting adalah saya merupakan orang Indonesia kedua di perusahaan tersebut yang lulus  ujian Modul-1 dan tugmaster dalam sekali tempuh. Disini saya bukan bicara rekor, tapi saya selalu ingat akan iringan do’a orang tua yang selalu menyertai kesuksesan saya di masa itu. Orang tua, apalagi Ibu, do’anya bagaikan membelah langit, apa yang Ibu do’akan niscaya terwujud, cepat atau lambat. Jadi selalu muliakanlah Ibumu, selalu sisihkan sebagian rezekimu untuknya baik disaat rezekimu lapang maupun sempit.

              Jangan sekali-kali meremehkan kerja di kapal kecil, terus terang saat kerja di perusahaan Singapore tahun 2008 saya hanya bekerja diatas kapal harbour tug, dengan gross tonnage 300 ton lebih sedikit. Kerja di harbour tug merupakan jembatan saya untuk bekerja di offshore. Singkat cerita tiap minggu kapal kami selalu masuk pelabuhan  Pasir Gudang – Malaysia. Disana kita kerja di dockyard, jadi semua pekerjaan di dock sudah pernah saya alami, ilmu yang saya dapat mengenai manuver kapal juga bertambah. Karena kapal kami kerjanya bagus disana, suatu ketika kami mendapatkan support charter untuk towing tongkang ke Betty oilfield  (Miri – Malaysia) dan lanjut operasi beberapa bulan disana.

              Ada cerita menarik lagi yang ingin saya bagikan mengenai kerja di habour tug. Suatu Ketika kapal kami berangkat dari Singapore ke Batam untuk menyelesaikan sebuah job. Sesampainya disana, ternyata kapal kami ditugaskan untuk meng-shifftingkan sebuah crane barge yang mayoritas krunya adalah orang Eropa. Sebelum pekerjaan dimulai atasan saya ada urusan mendadak dengan keluarganya yang kebetulan tinggal di Batam, sehingga mau tidak mau saya menggantikan posisi beliau untuk manuver kapal. Job ini sebenarnya sangat sulit dan beresiko, setelah ikat tali tunda dengan crane barge saya  baru sadar bahwa posisi kami paling sulit dibandingkan dua kapal harbour tug lain yang bekerja untuk memindahkan crane barge tersebut.

Pertama, sebelah kiri kapal kami perairan dangkal, sehingga kalau salah bermanuver, kapal kami bisa kandas. Yang kedua, sebagai finishing job tersebut kapal kami harus meng-area tali tunda sekitar 20 meter sambil menge-push crane barge hingga semua tali crane barge terikat di jetty. Artinya saya harus bermanuver pararel kesamping kanan sambil mengendorkan tali tunda perlahan demi perlahan sejauh dua puluh meter. Bahayanya lagi, ada bagian struktur crane barge tersebut yang nongol keluar, jadi taruhanya adalah masthead kapal kami bisa rusak/patah tersenggol bagian yang nongol tadi apabila terjadi kesalahan dalam bermanuver.

              Dengan konsentrasi tinggi dan kesabaran alhamdulillah job ini berhasil. Tak lama berselang saya melihat diluar anjungan kapal, tampak kerumunan orang Eropa berdiri diatas crane barge memperhatikan saya. Bahkan ada salah satu kru Eropa (kalau tidak salah berkebangsaan Spanyol, red) mengacungkan jempol kepada saya.

Ini gila, sekaligus luar biasa. Kerja kami benar-benar dihargai, men! Kejadian inilah yang membuat saya jatuh cinta kerja di kapal-kapal offshore, dan itu istiqomah hingga tulisan ini saya buat, bulan terakhir  di tahun 2022.

Leave A Comment